Powered By Blogger

Jumat, 24 Juli 2009

Potensi ekowisata pangkalan indarung


Pagi ini tak seperti biasanya,terlihat ada suasana berbeda di secretariat Kelompok Study Lingkungan Hidup ( KSLH) dimana kawan – kawan yang biasanya bangun pagi rata-rata jam 8.00 wib,tetapi kali ini sangat berbeda karena jam 7.00 wib,semua sudah beraktifitas masing-masinguntuk mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk perjalanan kepangkalan indarung, walaupun tadi malam rata – rata tidur menjelang jam 2.00 dinihari,riuh canda dan tawa membuat telingaku pekak,apa lagi memang aku kurang tidur,akhirnya kesibukan mempersiapkan peralatan dan keperluan perjalanaan itu berakhir tepat jam 9.00,terlihat semua keperluan sudah rapi di atur,seperti doome ( tenda lapangan ukuran 4 0rang 200cm X 240cm ),matras ( alas tidur ) 4 lembar,Nasting ( peralatan masak lapangan ),kompor gas mini,head lamp,emergency lamp,gas,logistic,P3k,peralatan navigasi ( peta,protaktor,kompas,dan GPS ),perlatan kami cek sesuai list seperti hasil briefing tadi malam,sementara untuk peralatan pribadi kawan-kawan sudah mempersiapkan masing – masing, karena berdasarkan pengalaman, dari oreintasi medan ( membaca medan dan merencanakan jalur perjalanan berdasarkan peta ) ,jelas kawan – kawan sudah tahu apa saja yang perlu dipersiapkan untuk kebutuhan pribadi semuanya di packing dalam 2 buah carrier.

Dihalaman secretariat,diantara dua batang pohon ketapang, yang selama ini kami gunakan sebagai tempat duduk nyantai. Pagi ini kami gunakan untuk briefing tentang perjalanan ke pangkalan indarung,setelah 10 menit diakhiri dengan doa dan bersalaman dengan kawan – kawan yang tidak ikut,akhirnya kami pun meninggalkan secretariat tepat jam 10.00 wib di lepas oleh senyuman dan guyonan ala mahasiswa yang agak sedikit garing terdengar, karena memang nanti malam kan malam minggu,hehehhe,dengan kecepatan rendah kami keluar dari komplek kampus,disambut dengan kemacetan lalu lintas,cuaca kota yang panas dan asap kendaraan ,ditambah macet membuat kami agak sedikit kesel, 10 menit terjebak dalam keadaan yang tidak menyenangkan itu,kecepatan kendaraan pun perlahan kami naikkan,walaupun sedikit kencang tapi tetap terkontrol,di pinggiran kota kami menepi memasuki pompa bensin untuk mengisi bahan bakar.suasana agak sedikit konyol ketika di pompa bensin karena seorang ibu,yang sedang mengisi bahan bakar bertanya sama aswin,”nio komano young ( sebutan untuk lelaki yang lebih muda dari yang bertanya), indak barek mambaok tas godang bana?aswin dengan santai menjawab “nio lalok di rimbo mak. manga ka rimbo awak dari rimbo nio ke kota,kiniko ala tabaliak urang kota masuak rimbo,ciek nio lalok ajo, indak mencari kayu lai,..indak waras ang young? ( mau kemana nak,apa tidak berat membawa tas sangat besar?mau tidur di hutan bu,sekarang semua sudah terbalik,orang kota masuk ke rimba,orang rimba masuk kota,terus cumauntuk tidur di hutan aja bukan mencari kayu,sudah gila apa kamu kata ibu itu).dengan senyuman kami pun saling melihat satu sama lain,karena memang kami sangat sering di Tanya seperti itu.

Dengan beriringan kami keluar dari pompa bensin,secara perlahan kecepatan kendaraan pun mulai naik hingga 80 km/jam karena memang jalannya lebar dan mulus,berselang beberapa jam tim tiba di kecamatan Muara Lembu, sembari beristirahat tim membahas tentang operasi perjalanan yang sudah di persiapkan, ternyata dari rencana operasi yang kami rencanakan semuanya terlaksana dan berjalan dengan baik.terasa lelah sedikit hilang, tim mulai melanjutkan perjalanan menuju Desa Pangkalan Indarung.Pangkalan indarung merupakan sebuah perkampungan tua yang berada di kecamatan muara lembu kabupaten kuantan sengingi propinsi riau,yang terletak +- 145 Km dari ibukota propinsi dan 30 Km dari ibukota kecamatan muaralembu dengan medan yang sangat berat karena akses jalan menuju kesana hanya 4 km yang beraspal sementara 26 km merupkan jalan tanah berkerikil dengan sudut tanjakan yang sedemikian beragam dengan rata- rata ketinggian 100 Mdpl sampai 300 mdpl,karena kondisi akses masuk yang sulit jadi waktu tempuh agak sedikit lambat, yaitu 1,5 jam,yang kadang – kadang kendaraan roda dua tidak bisa dipaksakan, terkadang harus turun dan sedikit mendorong karena terperangkap diantara kerikil yang lepas,dari akses aspal terakhir,dikiri kanan jalan kita sangat familiar dengan perkebunan sawit dan karet,dan juga disuguhkan oleh pemandangan bukaan lahan yang semakin meluas,sampai pada pada ketinggian 275mdpl, kita bisa dengan leluasa melihat jajaran bukit barisan yang masih asri,tapi itu masih separuh dari perjalanan,tanah liat dan debu pun semakin mengepul apabila kita masuk dimusim kemarau seperti saat ini, disarankan untuk menyiapkan perbekalan dalam perjalanan seperti air karena memang kita tidak akan menjumpai sumber air apa lagi kedai minuman, dan perlengkapan safety juga jangan sampai ketinggalan seperti kacamata dan disarankan menggunakan sepatu karena kerikil yang lepas bisa saja melukai kaki.dengan medan tempuh yang lumayan rumit tim tetap mempertahankan kekompakannya agar semua hambatan yang di lewati terasa lebih menarik.tepat di perhentian terakhir kami,dimana signal phonsel hanya di dapat di tempat itu kira-kira sekitar setengah jam dari desa indarung di atas bukit altitude 300Mdpl,di sanalah tim melakukan kotak terakhir dengan tim safety prosedur komunikasi yang ada di pekanbaru,setelah selesai memberikan kabar, kami meneruskan perjalanan kembali menuju Desa.tak jauh berjalan,Desa Pangkalan Indarung dapat kami nikmati pemandangannya dari atas , yang terlihat saat itu adalah hamparan padang rumput yang luas di aliri dengan sungai kecil yang berbatu dan di penuhi dengan ceria anak-anak yang bermain bola.melihat dari momen yang ada, tim tidak mau melepaskan momen indah itu dengan begitu saja,dari atas bukit, team mencari beberapa angle ( sudut pengambilan gambar ) yang cocok untuk dokumentasi, dengan view ( objek )desa ,yang dikelilingi hamparan bukit berbentuk lingkaran.karena keasyikan mengambil gambar, dan melihat kabut yang mulai menutupi pedesaan, hari pun mulai gelap,disini team tidak langsung mau beranjak karena sesuatu yang sangat indah masih terlihat yaitu ,lampu-lampu dari rumah dan perapian di kandang kerbau yang tidak terlalu jauh dari pemukiman,terlihat seperti kerlap – kerlip bintang – bintang yang mengintip di balik awan,karena memang kabutnya yang agak tebal.masya Allah.lelah hilang semua.yang ada Cuma khayalan dan kegembiraan yang tidak terhingga,tidak sabar untuk berbaur.

Alunan Azan magrib terdengar dari surau,semakin lama semakin jelas,terlihat beberapa anak – anak masih berlari dengan memegang kain sarung dan peci,rombongan wanita juga ada terlihat jelas dari mukena yang dipakai,mengarah ke satu tempat.kedatangan kami menarik perhatian mereka,heran munkin tidak mengindahkan azan magrib atau karena hal lain.Di depan sebuah kedai kecil,kami menyapa seorang laki-laki tua, yang sedang terburu-buru menuju surau,dengan terlebih dahulu kami minta maaf, karena mengganggu perjalan dia,kami bertanya alamat satu-satunya kontak kami di desa pangkalan indarung yaitu pak Mirwan,dengan sopan dia mengarahkan kami dengan telunjuk kanannya ke arah sebuah gang yang berjarak 10 m di depan kami,sebenarnya ucok sudah pernah kesana sebelumnya,Cuma karena malam hari jadi agak membingungkan,dengan berterima kasih akhirnya kami pamit untuk menuju rumah pak Mirwan.

Didepan sebuah rumah permanen yang berwarna putih,ucapan salam kami ucapkan dua kali,saat itu belum ada juga jawaban,akhirnya kami memutuskan untuk menunggu di bawah pohon chery ,sembari duduk – duduk di atas balai – balai yang terbuat dari bambu,sambil melihat kampret ( keluarga kelelawar yang berbadan kecil ) yang lagi sibuk berebut buah chery.dan bunyinya yang berisik seperti bunyi jangkrik tetapi agak mendesis,diantara keasyikan melihat mamalia bersayap ini,kami dikejutkan oleh sapaan pak Mirwan yang berada di belakang, kami diikuti keluarganya yang baru pulang dari surau.

Dari mano ang cok?apo kabar si harri?lai selamat kalian potang?( darimana kau ucok?apa kabar si harri?selamat kalian kemaren pulang dari lapangan) Sambil bersalaman satu persatu dengan pak mirwan ucok menjawab pertanyaan ,ucok dari pokan pak,bang harri kini sehat inyo dirumah,lai pulang kami selamat,kini kami nio camp di tapi sungai dakek lubuk larangan,( ucok dari pekanbaru ,bang harri sehat,kami kemaren pulang dengan selamat,bang harri dirumah,sekarang kami mau camping dekat sungai lubuk larangan )beliau menjawab dirumah apak ajolah,( beliau mengajak kami nginap dirumahnya saja) ucok menjawab kami la punyo rencana untuk ngecamp di tepi sungai malam ko ( kami sudah punya rencana untuk camping di tepi sungai malam ini ),beliau menjawab iyolah biar apak anta ka lapangan rumpuik( iyalah biar bapak antar ke lapangan rumput dekat sungai ),ucok minta tolong diantar ke kepala desa untuk melaporkan rencana kami,akhirnya beliau mengantar kami ke rumah kepala desa.di rumah kepala desa kami mengutarakan maksud kedatangan kami ke desa ini,di sini kami kami mendapat beberapa hal menarik dari cerita pak kepala desa,salah satunya harapan mereka tentang pembangunan jalan,sekolah dan fasilitas lainnya,karena memang disini yang ada hanya sekolah dasar saja,sementara untuk sekolah menengah pertama hanya ada kelas jauh saja,memang untuk kelas jauh tidak jalan,karena rata-rata anak-anak yang mau masuk sekolah menengah pertama,mereka cenderung sekolah di ibukota kecamatan yaitu muaralembu yang jaraknya 30 km,jelas merek untuk bersekolah di ibukota kecamatan tinggal dirumah family yang ada di sana,dan ada juga yang harus kost.sedangkan tingkat perekonomian mereka tergantung pada perkebunan karet dan sawah,tingkat perkembangan ekonomi mereka cukup kuat terlihat dari rumah dan peralatan yang mereka gunakan,hampir setiap rumah punya kendaraan roda dua dan di depan rumah ada antena parabola,sementara pasokan listrik berasal dari genset yang menyala dari jam 17.00 sampai jam 07.00 pagi.pak kepala desa sangat menaruh harapan kepada kami untuk menyampaikan kondisi ini ke luar.lebih kurang 30 menit kami di rumah kepala desa,akhirnya kamipun pamit.

Diantara redup lampu kendaraan kami menelusuri jalan setapak menembus kabut ,terlihat sepasang sinar kebiruan yang semakin mendekat,sinar itu makin banyak saja,itulah sinar mata sekelompok kerbau yang lagi merumput di hamparan padang rumput di tepi sungai,pak mirwan mengarahkan kami ke suatu tempat yang dianngap cocok untuk mendirikan kamp,setelah di menunjukan beberapa tempat,akhirnya kami memilih tempat yang kami liat cocok,di bantu sinar lampu kendaraan,satu persatu peralatan kamp kami keluarkan dari carrier,dengan heran pak mirwan terus memperhatikan,sekitar 10 menit dome sudah siap,selanjutkan saya,mengambil alih untuk sedikit evaluasi,akhirnya dengan tanpa komando,semua beraktifitas seperti mengumpulkan kayu,mengambil air,dan menyiapkan logistic untuk dimasak,pak mirwan bertanya kepada kami,manga indak di bawok pariuk jo embe tadi dari rumah,baa ka mamasak bilo tampek seketek iko?lai ado lapiak tampek lolok?bia apak ambiak pariuk jo embe dari rumah yo?(kenapa tadi tidak bawa periuk dan ember dari rumah,gimana masaknya kalau tempat masaknya sebesar ini (nesting)biar bapak jemput periuk dan ember dari rumah ya?dengan seyuman ucok menjawab indak usah pak,iko ala rancak pak,indak baa pak.terimo kasiah.(tidak usah pak,ini sudah bagus pak,tidak apa-apa,terima kasih).

Hidangan pertama yaitu teh manis,rasanya sangat nikmat karena cuaca yang dingin,dan kebutuhan disakarida ataupun glukosa yang membuat seger sebagai pengganti karbohidrat untuk sementara,menjelang nasi kami masak,giliran masak saya handle,di terangi oleh sinar api unggun dan emergenci lamp,lauk menjadi pilihan yaitu martabak mie,yaitu campuran mie instant dan telor di aduk di goreng seperti telur dadar,sempat di ledekin sih,Cuma kalau masak sarden atau kornet tidak keburu makannya karena hari sudah jam 22.00 wib.sambil bercanda menunggu makanan siap dimakan,saya mencoba untuk merapikan kayu api unggun,tanpa disadari karena gelap malam ternyata saat itu saya berada di tepi sungai yang berbentuk tebing setinggi 150 cm dari aliran air,karena keasyikan menyusun kayu ops.sesuatu yang aneh terjadi,saya gak tau apa yang terjadi ternyata sudah basah kuyup dan dengan sedikit perih di kaki,ternyata saya terjatuh kesungai,suara riuh diatas terdengar tertawaan dan ledekan,nasi memang pes,makan belum malahan kecebur yang dapat,setelah berada diatas ternyata sandal jepit biru merk swallow hanyut di bawa arus sungai,setelah ganti baju yang kering,aku tetap menggunakan kain sarung sakti,kami pun makan malam,pak miswar pun pamit pulang.

Diantara guyonan dan ledekan tentang kejadian nyungsep ke sungai, ada hal lain yang lebih mengasikan yaitu mendengar bunyi burung malam , bunyi air sungai yang sedikit deras walau tidak dalam,ada rasa penasaran yang belum di lepaskan yaitu ,rumah – rumah kecil di seberang sungai yang tinggi sekitar 3 meter dari tanah,dengan ukuran 2x3 meter jelas bukan hunian manusia,api unggun pun semakin berkurang,aswin dan dedi mengumpulkan kayu bakar untuk unggun,mata belum bisa di pejam karena walaupun sangat dingin,tetapi kami berusaha untuk tidak mau melewatkan malam indah ini dengan sia-sia begitu saja,sementara ucok dengan seruling saktinya masih setia mengiringi nyanyian tentang alam yang kami dendangkan,rokok dan kopi semakin bertambah saja dari menit ke menit,itu berengaruh karena cuaca memang lumayan dingin.jam 1.00wib kami putuskan untuk tidur karena besok pagi kami mesti bergerak kembali.

Dinginnya pagi membuat saya merasa ada yang aneh, ternyata kain sarung saya sudah berpindah ke tangan yang lain,dedi entah sengaja atau tidak kain sarung sudah berada di badan dia,dengan mata yang masih berat ,saya berusaha melirik jam tangan yang gak pernah di buka selama 2 tahun belakangan baik siang maupun malam.jarum jam menujukan jam 6.30 pagi,saat yang indah untuk menyambut pagi dan melihat aktifitas satwa ataupun manusia yang rata-rata menggunakan sungai sebagai tempat pertama mereka kunjungi.giliran ucok menyiapkan sarapan dan the manis,menunya sangat simple yaitu sereal kacang hijau dan campuran roti gabin,dengan kandungan 100 gr kalori setara dengan makan nasi sepiring,sambil menyantap sarapan mata saya semakin tajam melihat sekeliling,walaupun kabut masih agak tebal,tapi sudah bisa melihat dengan jarak 50 meter,mata saya tertuju kepada bangunan kecil di seberang sungai yang ternyata itu adalah kandang kambing,kenapa mesti di buat tinggi karena menghindari dari mangsa harimau sumatera ( pantera tigris sumatrensis),yang ternyata memang masih ada disana, karena berhubungan langsung dengan jajaran bukit barisan yang masih cukup asri.

Dengan mata yang sedikit liar,saya mencari tempat yang saya anggap nyaman dan tenang,sementara teman-teman masih asyik duduk di matras di depan tenda doom,ada hal yang saat ini tidak bisa dikompromi yaitu soal perut yang dari tadi sudah mengeluarkan gas,sementara di sungai terlihat orang-orang beraktifitas seperti menyebrang sungai menuju sawah,mandi dan ada juga yang menyuci,ya lumayan riuh lah suasananya,dari depan tenda saya menuju suatu tempat yang saya anggap cocok untuk menunaikan hajat,ternyata sesampainya di sana,saat saya mau jongkok ada yang lewat,dengan rasa kaget saya pura2 mencari-cari batu,memang perut tidak bisa dikompromi,ada sekitar 3 tempat saya datangi kejadian tetap sama,akhirnya dengan sedikit malu-malu, saya menaikan baju kaos menutup muka supaya tidak melihat orang lewat,akhirnya lega rasanya,dari jauh saya liat kawan-kawan melihat sambil terpingkal-pingkal.gak perduli ledekan yang penting hajatan terlaksana..hehehheh.

Semua sudah mengepak kembali peralatan,setelah memastikan tidak ada yang tertinggal,kami mengumpulkan sampah plastic yang kami hasilkan tadi malam,dan beberapa sampah organic lainnya,kami masukkan ke dalam api bekas unggun tadi malam,sementar saya merawat luka di jempol kaki bekas jatuh tadi malam setelah saya perban,saya bungkus dengan kertas plastic karena kami harus menyebrang sungai jadi untuk menghindari hal-hal yang lebih fatal ,mesti dibungkus dan tidak kena langsung dengan air,setelah yakin semua bersih,kami pun berdoa dan melanjutkan kembali perjalan kecil,kali ini tujuan kami yaitu ke areal sawah yang berada di seberang sungai,sungai yang kami seberangi tidak dalam airnya hanya sebatas lutut dengan air yang jernih yang Nampak batunya,sungai ini adalah lubuk larangan ( tempat larangan untuk memancing karena ini sudah menjadi tradisi,disungai ini ikan dibiarkan hidup selama setahun,jadi dipanen setahun sekali dengan panjang sungai yang ditentukan ,tidak sepanjang sungai disini hanya berjarak 500 m saja,dan denda bagi yang melanggar yaitu Rp.500.000,- bagi yang memancing atau menangkap ikan sebelum lubuk dibuka untuk di panen ).

Setelah mengikuti jalan setapak yang sering dilewati orang – orang sejak tadi pagi, kami pun terpesona melihat hamparan sawah yang sedang panen,dan ada yang masih menguning siap panen,ada beberapa ekor kerbau yang lagi merumput,orang-orangan sawah yang masih basah bekas embun pagi,gerombolan burung pipit yang diusir oleh bunyi-bunyian penghalau burung yang di buat dari kaleng susu diisi kerikil,kami terus menelusuri pematangan sawah,menghirup aroma jerami yang belum pernah kami rasakan selama ini,seorang ibu yang berusia sekitar 60 tahun menyapa dengan ramah,kami pun balas menyahut sambil tersenyum,sambil mendekati saum ( rumah-rumahan disawah ) tempat sang ibu berteduh,kami bercerita panjang lebar,saya terkendala bahasa, tetapi mengerti apa yang ibu itu ucapkan,tidak jauh dari tempat itu,ada seorang nenek yang berumur kira2 70 tahun,sedang merontokan padi dengan menggunakan kaki,yaitu dengan cara menginjak padi terus menbuat semacam gulungan dengan kaki sehingga padi dan jerami terpisah,kaki kecilnya yang lincah terus bergerak,dengan tangan sebelah kanan dia menumpu pada tiang saung,sementara tangan kirinya memegang sebatang rokok,hal yang paling menarik yaitu saat ibu tidak menggunakan baju lengan panjang padahal beraktifitas di bawah matahari langsung,Cuma menggunakan kain sarung dan bra hitam model dahulu,sementara di lehernya berkalung emas dan di tangan kirinya menggunakan gelang,bagi seorang yang seperti saya,itu view yang bagus untuk dokumentasi akhirnya setelah meminta izin,saya mengambil beberapa foto si ibu.

Matahari semakin meninggi, kami pun mulai bergerak kembali meninggalkan sawah dengan membawa dokumentasi yang menarik,kali ini kami pulang dengan jalur yang berbeda dengan jalur masuk,di dalam perjalanan kami tertuju kepada satu benda yang tidak asing lagi yaitu,sebuah batu nisan yang kami liat dari jauh,semakin mendekat semakin jelas nisannya ,ternyata kami memasuki areal perkuburan masyakat indarung,dan ternyata jalur ini memang jalur mereka pulang dari sawah,timbul pernyataan di hati saya,kenapa kuburan berada di seberang sungai?bagaimana mereka memakamkannya apabila lagi musim hujan?kenapa mesti pulang lewat kuburan?

Akhirnya perjalanan kami ke indarung kami akhiri,karena kami mesti melanjutkan kembali ke daerah lain seputaran kabupaten kuantan sengingi,dengan hati yang berat kami kembali kedesa untuk pamit kepada pak kepala desa,apakah kami akan membawa harapan mereka?itu pertanyaan pak kepala desa,berat memang tetapi itulah harapan masyarakat marginal yang terlupakan,kami tidak menjanjikan sesuatu,tetapi kami berusaha untuk kembali lagi ke sana,sementara pak mirwan juga menitipkan pesan yang kami rasa sangat berat untuk kami, yaitu harapan apabila kami kesana kembali bisa berbuat lebih untuk masyarakat di sana...!!!

*Heritarmizi(cimenk) / ucok(marucok)

KSLH ( Kelompok Study Lingkungan Hidup-Riau )


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nama :
Email :
Comment :